Ketika Semua Berharga, Bagaimana Cara Menghargainya?

By | September 28, 2016

Pernah kan Anda menghadapi pilihan? Pernah kan Anda dihadapkan pada pilihan yang sama-sama berbobot? Apa yang Anda lakukan sampai akhirnya sampai pada keputusan terbaik?

Saya ada cerita terbaru tentang ini. Jumat, 16 September 2016, pagi, anak ke-3 saya lahir. Ini anak perempuan pertama saya. Saya sangat bahagia meskipun tidak menemani kelahirannya. Lho, kok bisa? Bukankah saya ada di Jakarta, yang mestinya bisa menemani istri saya melahirkan di RS Siloam Karawaci?

Ini yang mau saya ceritakan.

Persis di hari istimewa itu, saya sudah menyanggupi mengisi training untuk jajaran manajemen Bank Ekonomi, klien setia saya. Tidak bisakah saya membatalkan kehadiran saya demi buah hati? Mengapa saya lebih mementingkan klien daripada anak?

Jika ada yang mempertanyakan seperti itu, saya sudah lebih awal mempertanyakannya. Dan saya juga sudah lebih awal menjawabnya—lebih dari sekadar menyiapkan jawabannya.

Ketika menyanggupi jadwal mengisi training, saya sudah tahu HPL (hari perkiraan lahir) anak saya. Syukur, istri dan janin di dalam kandungan semua sehat. Operasi caesar ditempuh untuk memperlancar kelahiran.

Supaya semakin lancar, saya pun menyiapkan semuanya sejak dini. Materi training saya siapkan jauh hari. Kelahiran anak saya siapkan jauh hari sebelumnya pula. Beberapa plan saya rancang untuk keduanya. Ini standar yang saya terapkan untuk pekerjaan apa pun.

Jadilah, pada Jumat kemarin, saya bisa berangkat mengisi training dengan hati yang ringan berbunga-bunga. Istri saya masuk ruang operasi didampingi orang tua dan mertua saya. Mereka “menggantikan” saya, membuat istri saya tenang dalam melahirkan.

Training pun selesai dengan happy. Makin happy ketika klien mengucapkan selamat atas kelahiran anak saya. Komplet kebahagiaan saya hari itu.

Sahabat Juara,

Bagaimana saya bisa terasa mudah menentukan pilihan seperti di atas? Ya, tepat sekali. Saya terlatih. Lebih tepat lagi, saya selalu melatih diri. Dalam hal apa pun saya membiasakan diri menyediakan pilihan. Maka ketika orang lain atau situasi menyodorkan pilihan, tidak sulit bagi saya untuk memutuskan. Dalam konteks di atas, pilihan saya bukan berujung ada A atau B, melainkan A dan B terpenuhi semua sama berharganya.

Ada banyak TEORI MEMILIH yang saya pelajari. Dari pengujian atas beberapa teori, saya sampai pada kesimpulan, hanya ada dua pertimbangan utama dalam memilih: RASIONAL dan EMOSIONAL.

RASIONAL berarti penuh kalkulasi menggunakan logika.

EMOSIONAL berarti mengedepankan rasa.

Keduanya saya kombinasikan. Nyaris tidak ada pertimbangan yang sepenuhnya rasional, lebih-lebih jika mengenai manusia. Juga nyaris tidak ada pertimbangan yang sepenuhnya emosional, lebih-lebih jika menyangkut sistem.

Dalam konteks kisah saya, saya bisa memercayakan pendampingan proses kelahiran anak kepada orang tua karena tahu betul istri saya ada dalam penanganan sebuah rumah sakit yang sistemnya bagus: dokter, perawat, ruang operasi dan perawatan, obat, dan aspek-aspek keselamatan lainnya.

Secara emosional saya tetap terhubung lewat media komunikasi yang memungkinkan saya tahu detik demi detik proses kelahiran anak saya—saat menjalankan training sekali pun. Justru dengan keterhubungan secara emosional dengan istri-anak-keluarga inilah saya bisa sangat fokus membawakan training secara profesional.

Salam JUARA!

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *